Cerita Dewasa - Gemes Deh

GEMES DEH!
November 1998
Bandung lagi sering-seringnya hujan, becek dimana-mana. I hate it ! Cuaca ini membuat hampir setiap aku selesai kuliah harus bengong dulu di kampus, nunggu hujan reda, abis naik motor sih ! Hingga sore hari sekitar jam 16.00 hujan mulai reda. Pada saat aku sedang kesulitan menyalakan motor, (platina basah, maklum.. motor keluaran 1961), ada seorang cewek yang kukenal -tapi bukan di kampus ini- sedang berjalan di selasar depan lapangan parkir dengan wajah kusut masam. Betul itu si Tira ! Kupanggil dia, dan ia menoleh. Ia menyapaku sekedarnya dan berhenti berjalan. Sambil berlari kecil kuhampiri tuh cewek, "Halo ! Apa kabar loe ? Ngapain di sini ? Nyari data ?", tanyaku seperti berondongan senapan M-16. Dengan senyum sedikit ia menjawab, " Ya gitu deh ! Gue musti nyari data di Fakultas Arsitektur buat skripsi gue nih !" sambil tetap mengenakan wajah kusutnya. "Lho ? Kan loe anak psikologi ? kok nyari data di arsitek?", tanyaku cepat karena memang sudah sekian lama nggak ketemu nih anak dan secara tak sadar ingatanku melayang..

Agustus 1998,
Di sebuah Sanggar Tari Bali di kotaku, ketika itu aku sedang menjemput sahabatku Jeannie (cewek blasteran Cina-Amerika) pulang latihan tari Bali. Telah berkali-kali aku menjemput Jeannie namun aku nggak pernah melayangkan perhatian pada cewek-cewek yang latihan di situ, abis cowok sendiri, males..
Nah, pada saat itulah aku dikenalkan oleh Jeannie kepada temannya, Tira. Cukup cantik, rambut sebahu, dengan tinggi sekitar 160cm, tubuhnya sangat proporsional, aku menebak vital measurementnya sekitar hmm… 34-27-34. Kulitnya putih berkeringat dengan pipi kemerahan segar, memakai kaos putih ketat dengan sarung Bali terikat santai di pinggangnya. Orangnya cuek abiss ! Cenderung sombong sih… but I liked her ! Pertemuan kita hanya segitu karena saya harus mengantar Jannie pulang dan aku pun harus bikin tugas buat besok. Sejak perkenalan kami, seringkali aku jemput sahabatku lebih awal dan seringkali aku masuk ke dalam sanggar untuk menonton mereka latihan. Ketika itu aku hampir selalu memperhatikan Tira yang menari dengan lekuk tubuhnya yang sangat lentur. Terpesona dengan keahliannya ia menari, sampai tak sadar Jeannie mengagetkanku,
"Dor ! Hahaha ! Loe jelék banget déh kalo lagi ngécéng, Nom !" ,éjéknya. Aku hanya kaget sebentar lalu kembali kepada posisi semula.. ngeceng dengan jeleknya !
"Ooo.. si Tira ya ?" tanyanya mengetahui bahwa aku sedang ngeceng si Tira.
Aku menoleh pada Jeannie lalu aku bilang aja langsung, " Iya nih ! Imut bener sih tuh anak? Gimana Jean kalo gue pacaran ama dia ?"
"Emang bisa loe ngedapetin die ?" tanya Jeannie sambil mencibir.
"Belon tau Anom loe Jean !", sahutku dengan pe-denya.
"Tuh anak susah banget Nom ! Udah punya cowok lagi !", katanya.
"Yaaaah…"sahutku dengan nada kecewa, namun langsung kulanjutkan, "Berarti semakin tertantang dong !huahaha !"
"Apaan yang bikin loe semakin tertantang ?" tanyanya lagi. Aku masih belum sadar bahwa itu bukan suara Jeannie.
" Ya semakin tertantang buat ngedapetin si Tira doong !" sahutku yakin namun keyakinanku itu hanya sedetik karena kulihat Jeannie sedang memelototiku dengan wajah menahan tertawa. Dan ketika itulah aku sadar bahwa Tira sudah berada di belakangku dan Jeannie. Aku menoleh dan kulihat wajah manis itu tersenyum ke arahku.. huwalaaaaaaahhhh !
Dan sejak itulah aku mulai dekat dengan Tira, meski hanya sebatas teman. Untung cowoknya di Jakarta jadi tidak pernah ketahuan (gosipnya cowoknya cemburuan !). Selang dua minggu kemudian Jeannie punya cowok, tapi aku masih sering ke sanggar tari itu, namun kali ini bukan untuk ngejemput Jeannie tapi ngejemput Tira ! Namun sejak awal September, aku kehilangan kontak dengannya karena ia pergi berlibur dengan cowoknya ke Australia. Sejak itu aku nggak pernah bertemu dia lagi hingga saat redanya gerimis ini.

"…Gue nyari data tentang efek ruangan terhadap perilaku manusia.." katanya.
"Hah ? Apaan ?", jawabku tersadar dari lamunanku.
"Huahahaha !", mendadak aku dikejutkan oleh tawanya yang renyah dan khas dari bibir seorang Tira.
"Masih sama aja blo’on-nya loe tuh ya ! Hahaha !", sambungnya.
Sambil menggaruk-garuk ranbut gondrongku yang tidak gatal aku tersenyum salah tingkah. Hari itu akhirnya aku berhasil menyalakan motorku dan mengantarkan dia ke tempat les bahasa Perancis. Karena sudah terlambat, aku belum sempat menanyakan kost dimana dia sekarang, jadi hilanglah lagi kontakku dengannya.
Sampai pada suatu hari aku menyempatkan diri untuk mengunjungi bekas guru Aikido ku ketika ia sedang mengajar di salah satu gelanggang olah raga di kotaku.Ketika aku memasuki ruang besar itu, kulihat sekitar 30 orang sedang berlatih berpasang-pasangan dan saling membanting. Takeshi Kawamura sedang memberikan aba-aba, dan melatih. Aku berdiri di pinggir ruangan sambil melepas jaket kulitku dan menggantungkannya di salah satu tiang volley. Kuperhatikan mantan guruku itu tidak berubah juga penampilannya, seorang Jepang gendut umur 30-an yang berimigrasi ke Indonesia hanya untuk mengajarkan Aikido, wah idealis sekali kedengarannya, tapi ya begitu tampaknya. Ia tidak memperhatikan kedatanganku sampai ketika ia berbalik badan menghadapku, ia melihatku dan serta merta membungkuk memberikan hormatnya kepadaku. Akupun memberi hormatku kepadanya, tindakan mendadaknya itu membuatku malu karena pasti aku disangka murid-muridnya lebih tinggi tingkatannya dari gurunya itu. Lalu ia memberikan aba-aba untuk beristirahat, dan dengan tersenyum ia mendekatiku, "Apa kabar Anom?"
"Baik-baik saja sensei.." jawabku dengan hormat.
"Bagaimana dengan krub beradiri di kampusmu itu ? Masih jaran ?", tanyanya tetap dengan suara dan aksen jepangnya yang lantang, membuatku malu dihadapan sekian banyak orang yang langsung melihatiku 
mendengar pertanyaan eks-guruku itu.
"Baik sekali sensei ! Bahkan kami sudah bertambah banyak anggotanya.", jawabku ramah.
"Bagus.. bagus ! Tapi semestinya kamu tidak berhenti ratihan Aikido, Anom !" tanggapnya.
"Ya, tapi sensei tahu sendiri bahwa aku merasa tidak cocok dengan Aikido.." jawabku.
Ketika aku selesai menjawab itulah, guruku itu tersenyum aneh kepadaku, aku bertanya-tanya dalam hati, "Ada apa nih ? Kok senyam senyum gak jelas gitu sih dia ?", sekitar 10 detik ia masih tetap tersenyum, dan ….ngekk ! Sebuah cekikan keras di leher dari belakang dan tanganku terkunci kebelakang badan membuatku sulit bernafas dan tak dapat bergerak. Secara refleks aku melakukan satu sikap beladiri yang sangat cepat dengan melakukan irimi (langkah dasar dalam ilmu beladiri Aikido), lalu mengatasi kuncian dan cekikan itu, kukunci balik orang yang mencekikku dari belakang, ketika aku meraih tubuhnya dibelakangku aku merasakan bahwa yang menyerangku ini adalah seorang perempuan, namun ia sudah terlanjur melayang setinggi satu setengah meter di udara ! Secepat kilat kuraih kembali tubuhnya dan kuarahkan arah jatuhnya kesamping dan kutahan punggungnya dengan tangan kiriku sementara tangan kananku sedang mengunci lengannya. Dengan posisi kedua tanganku yang tidak menguntungkan ini kubiarkan kami jatuh berguling-guling ke samping di atas tatami (tikar Jepang), hingga pada akhirnya posisiku berada diatas memegang kedua pergelangan tangannya. Serta merta aku kaget setengah mati bahwa yang menyerangku adalah…Tira !
"Gila kamu, Ra !" sahutku kaget ..
Posisi tubuhku yang rebah menelungkup tubuhnya ini membuat jarak antara wajahku dengan wajah Tira hanyalah tinggal 3 cm lagi ! Yang lebih membuat aku berdebar-debar adalah bahwa tubuh kita saling bertindihan. Lalu ia tersenyum manis sekali dengan mata sayu, wajahnya sangat khas dengan pipinya yang kemerahan. Melihat senyumnya itu aku terkesima dan tak dapat bergerak, cantik sekali ! Tak sadar, ‘adikku’ mulai berdiri dan mendesak di dalam celana jinsku. Tampaknya Tira menyadari hal itu, dan bukannya segera melepaskan dirinya dari dekapanku, ia malah semakin mendesakkan pinggulnya ke tubuhku, sehingga selangkanganku pun semakin tertekan dengan selangkangannya, untung gerakan ini tidak terlihat orang lain. Tira menggunakan celana silat dengan bahan kanvas tipis (bahan twill) yang secara langsung membuatku dapat merasakan tonjolan bukit venusnya dan belahan lunak dibalik celananya itu. Merasa sudah terlalu lama dalam posisi itu aku langsung berguling ke samping, berdiri dan mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Setelah berdiri, aku masih bengong menyadari apa yang telah kami lakukan tadi, ketika kulihat lagi, ia sudah berlalu sambil tersenyum dan memberikan tanda padaku untuk menunggunya sampai selesai latihan.
Masih dalam keadaan bengong tak kusadari ada yang bergerak-gerak disampingku, kulihat mantan guru Aikidoku sedang terkekeh-kekeh sendiri melihat kejadian tadi, dan ternyata semua orang sedang tersenyum sambil memperhatikanku. Waduh malunya !!!

19.15 BBWI
Malam itu aku menunggunya sampai selesai latihan, lalu kami bertemu kembali di luar gedung, berjalan menuju lapangan parkir, diam seribu bahasa, namun ia tetap tersenyum manis.
"Ra, kok gue gak pernah tau loe belajar Aikido sih ?", celetukku memecahkan suasana, ia hanya tersenyum sambil menunduk. Sesampainya di samping motorku, aku bingung bahwa aku hanya membawa satu helm.
"Waduh, Ra ! Gue cuma bawa satu helm nih ! gimana dong ?" tanyaku menyadari bahwa helmku hanya satu.
"Biarin aja ! Udah malem ini, gak akan ada polisi ! Lagian gue boleh dong nyobain ‘helm’ loe? Yang satu-satunya itu kan ?", tanyanya dengan menekankan kata ’helm’ lebih jelas.
"Hah ?", baru saja aku masih kaget dengan peristiwa barusan, kini dikagetkan lagi dengan pertanyaannya yang ‘geblek’ itu. Dengan tololnya kujawab, "boleh..nih gue pasangin..", sambil mengenakan helmku itu dikepalanya. Ia tertawa kecil dan membiarkan aku memasangkan tali pengikat helmku di lehernya yang putih mulus itu.Sembari kuikatkan tali helmku itu, aku sadar betul bahwa ia tetap memandangiku dengan tersenyum nakal.
"Hihihi… lucu banget sih loe !", katanya. Aku nggak ambil pusing dengan pertanyaannya dan langsung menyalakan motorku, lalu kita boncengan pulang. Di jalan ia bertanya lagi dengan sablengnya,"Cuma segini kecepatan motor loe ?".
Masih dengan perasaan yang tak karuan dan mulai kesal dengan dipermainkannya diriku, aku langsung tancap gas. Motor tuaku itu memang mengerti perasaanku, ia melesat cepat bagaikan angin di sepanjang jalan protokol di kotaku itu.
"Wuih ! Kenceng banget !", sahutnya agak ketakutan kini, rasain ! kataku dalam hati… baru tahu rasa kamu !
"Makanya ! Pegangan dong ! Kalo nggak nanti ketinggalan lho ! Hahahaha !", ledekku puas karena akhirnya bisa membalas jahilnya itu. Tanpa disangka, ia memeluk pinggangku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memeluk lengan bawah ke arah bahuku dan meletakkan dagunya di pundakku, posisi sedekat itu membuat dadanya mendesak punggungku.. empuk sekali !
"Gila ! Masih sempat di jahil di saat seperti ini ?", pikirku dalam hati.
"Hey ! Tangan kanan loe jangan meluk tangan gue dong ! gue kagok nih nyetirnya ! Rada kebawah dong !" teriakku di tengah deru mesin dan angin.
"Oke, sayaaaaang !", sahutnya menggodaku (lagi..!), dan… ia meletakkan tangannya tepat di selangkanganku !!!
Huwalaah ! Gila kupukir nih cewek ! Aku hanya terbengong-bengong dan tetap memperhatikan jalan di hadapanku.
"Lho ? Kok tegang ?", katanya.
Ternyata ia memperhatikan mimik wajahku dari kaca spionku. Sialaaaan !! Lalu aku cepat menguasai diri, dan hanya tersenyum 
sedikit ke arah wajahnya di spion tempat ia memperhatikanku.
"Gimana nggak tegang ! Jarang ada cewek yang gue bonceng, pegangan ke situ !" jawabku enteng sudah bisa menguasai keadaan hatiku yang nggak karuan ini.
"Tapi sekarang sih udah gak tegang lagi kok…biasa aja tuh !", lanjutku.
"Kenapa dong masih keras ?hi.. hi..hi..!", katanya sambil agak meremas genggamannya di selangkanganku. Ya ampun ! Jadi maksud kata ‘tegang’ itu maksudnya adalah batangku ? Ampun nih cewek maksudnya apa sih ? Aku merasa dilecehkan sekali, wajahku mulai cemberut dan mangkel rasanya. Tampaknya ia menyadari hal itu, namun ia tidak mengendurkan genggaman tangannya di selangkanganku !
Kami tidak berbicara apa-apa lagi kecuali mendengar petunjuk-petunjuk arah jalan menuju tempat kostnya. Sesampainya di tempat kostnya, is melepaskan helmku, dan turun dari motor. Ia menyerahkan helmku itu kepadaku sambil berkata, " I had a great.. even short.. time with you ! Nice bike you’ve got there !"
"You just realized huh ? What this cute thing can do ?", sahutku cuek-cuekan sambil menepuk-nepuk tangki motorku. Ia tersenyum sedikit lalu ia membuang pandangannya ke samping, sambil terus berdiri disampingku tanpa melakukan atau berkata apa-apa.
"What the hell does this chick want from me ? A kiss ?", tanyaku dalam hati. Masih saling berdiam beribu bahasa, ia mengajakku untuk masuk dulu ke dalam untuk secangkir kopi atau the. Kuterima saja tawarannya, sambil menghangatkan tubuh di malam dingin ini. Anyway, it’s a long way home dari tempat kost dia ke rumahku.
Aku duduk di sudut tempat tidurnya, kamarnya tertata rapi sekali, dihiasi dengan berbagai macam jenis poster artistik, tampaknya ia sangat menyukai kesenian. Ia pergi ke dapur untuk membuatkanku kopi. Kuperhatikan terus kamarnya, meja belajar, dengan sederet jadwal kegiatannya selama seminggu, kayak aktivis aja deh! Penuuuh banget dengan kegiatan kursus, les, kuliah, jadwal fitness dan lain-lain. TV, Playstation™, VCR, CD Player dan sound system. Hingga mataku tertumbuk pada salah satu benda di atas speaker… sekotak kondom DUREX® ! Buat apa ada kondom di sini ? Jangan-jangan…?
Aku tak berani menggeratak barang-barang lainnya, cukup kaget aku untuk mengoprek-oprek lagi. Kulanjutkan penelitianku tadi dan di kepala tempat tidurnya kulihat deretan foto-fotonya, dengan keluarga, dengan pacarnya (hmm.. ganteng juga cowoknya, gede lagi badannya !), dan di deretan paling kanan kulihat benda yang sangat familiar bila kubuka site-site pono di internet… sebuah vibrator ! Pertama kali aku melihat benda itu secara nyata semenjak terakhir aku pulang dari Amerika tahun 1994 ! Warnanya putih gading dengan gerigi sedikit pada bagian tengah batangnya. Baru saja aku memberanikan diri untuk beranjak untuk mengambil benda itu, Tira kembali sambil membawakan dua cangkir kopi panas. Kuurungkan niatku untuk melihat benda itu..
"Sorry, lama. Abis kompornya susah nyala tuh !", sahutnya gembira, sambil meletakkan cangkir-cangkir kopi itu di meja belajarnya, lalu menutup pintu kamar serta menguncinya. Pura-pura tidak melihat apa-apa, aku pun menyahut, "Waah ! Sorry nih udah ngerepotin..".
"Nggak kok ! Nggak repot.. eh gimana kuliah loe ?", tanyanya.
"Baik-baik aja. Mungkin semester depan aku mulai nyusun skripsi nih !", jawabku basa-basi.
"Ooh.. baguslah ! Gue sih lagi nyusun sekarang ini !" ,katanya lagi.
"Wah ! Canggih juga ya loe ? Nyusun sambil kursus ini itu ! Emang sempet ?", tanyaku tercengang.
"Sempet dong ! Atur waktu aja !", sahutnya yakin, "Eh, Nom ! Gue mandi dulu ya ? Lengket nih keringetan !", katanya lagi sambil mnggosok-gosok tangannya.
"Lho ? Kan yang lengket-lengket itu enak lho !", sahutku ngawur.
"Dasar !", umpatnya sambil memukul lenganku agak keras, lalu berlalu ke kamar mandi. Namun sampai akhirnya terdengar suara siraman air, pintu kamar mandi di kamarnya belum juga ditutup. "Woy ! Kapan mandinya ? kok cuci kaki melulu ?", tanyaku tidak sabar menunggunya terlalu lama, kusangka ia tengah mencuci kakinya dulu sebelum mandi.
"Ini juga lagi mandi, blo’on !", jawabnya membuatku tertawa tidak percaya. Sambil beranjak berdiri, aku nyahut, "Kalo gitu aku ikutan nyu….", tak kulanjutkan kata-kataku, dan bengong memandangnya.
"Nyu.. apaan ? Nyuci ? Nyuri ?", jawabnya santai.
"Aa..aa..eeh..", tanpa dapat berkata-kata aku bengong melihatnya dari atas sampai bawah, ternyata benar… ia sedang mandi ! Tubuhnya terbungkus oleh busa sabun, rambutnya diikat ke atas, dan dari lekuk dan postur tubuhnya, ia memang ‘a masterpiece’ !!!
"Aa.. uu..aa..", masih belon bisa berkata-kata aku bengong terus dan tercengang menyaksikan pemandangan indah di hadapanku. Sambil terus menyabuni tubuhnya, ia menggosok bagian bawah lengannya, tampaknya ia menyadari ketercenganganku itu, ia berhenti bergerak, tangannya diturunkan ke samping tubuhnya, lalu naik sambil merayapi kulit putih mulusnya, naik terus hingga ia memegang buah dadanya yang membulat (meskipun sudah agak turun sih..), dan mulai memainkan jari-jarinya pada putting susunya. Aku masih saja terpaku hingga akhirnya pandanganku bertabrakan dengan matanya. Ia tengah tersenyum dengan mata sayu sama persis dengan kejadian di tempat latihan Aikido tadi. Aku terpesona oleh kejelitaannya, terpesona oleh aura indah yang dipancarkannya, terpesona oleh pendar birahi yang dinyalakannya…
Tiba-tiba ia bergerak cepat sekali ke arahku dan segera saja aku tersadar dari buaian melenakan itu, namun tanpa sempat berbuat apa-apa, mulutnya sudah menyumpal mulutku, dan memainkan lidahnya didalam mulutku. Secara naluri, akupun membalasnya dengan bernafsu. Kugigit-gigit bibir bawahnya, kubelai-belai rambutnya yang setengah basah tersiram air sedikit rupanya, dan ia pun merspon hal yang sama. Kulanjutkan ciumanku pada bibirnya, kumainkan bibirku secara cepat lalu melambat lalu cepat lagi, begitu terus, dan ciumanku mulai merembet ge dagunya, lalu ke lehernya (untung belum disabuni !), lalu ke telinganya, kujullurkan lidahku kedalam telinganya, dan kugelitik mesra sambil tetap kubelai rambut dan wajahnya. Sambil kugigiti cuping telinganya, ia menggigit pundakku agak keras, matanya terpejam menikmati perlakuanku padanya. Hingga pada suatu saat, kupandangi wajahnya, mata kami pun beradu. Tanganku mulai turun membelai leher, pundak, lengan, dan pinggangnya. Lalu kubuka kanjing dan retsleting jinsku, ia membantunya dengan tetap mata kami saling berpandangan. Nafas kami sudah sangat memburu dan sulit diatur. Diturunkannya jinsku, lalu kurasakan jemarinya menyusup ke dalam celana dalamku, ia menemukannya ! Digenggamnya batang kejantananku, lalu ia mulai meremasnya perlahan, lalu makin keras ! Lalu ia mulai menggosoknya naik turun, karena tangannya masih bersabun, maka gerakannya makin lancar dan licin. Aku menikmati permainan tersebut tanpa melepas pandangan dari matanya.
Tangan kananku pun mulai naik membelai tubuhnya, melewati dadanya dan berhenti pada buah dadanya, kumainkan sedikit dengan jemariku sementara tangan kiriku kuturunkan ke pantatnya dan meremasnya perlahan. Dengan tetap berpandangan, kudengar nafasnya sudah mulai memburu dan terengah-engah. Tangannya yang begitu nakal memainkan penisku itu membuatku bergetar nikmat. Pada saat itulah jari-jari tangan kananku mulai memutar-mutar putting susunya secara perlahan. Ia mendesah tanpa berkedip, aku pun begitu. Kuturunkan tangan kiriku tadi dari pantatnya dan mulai menjalari tubuh bagian depannya, kusentuh kulit bagian bawah pusarnya dan ia bergerak sedikit kegelian. Tangan kirinya yang masih menganggur itu ia turunkan untuk memegang tangan kiriku dan menuntunnya ke bawah ke arah selangkangannya. Kutangkap pesannya, kuturunkan perlahan menyusuri bulu-bulu halus yang diselubungi busa sabun itu dan akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat lembut, hangat dan basah, aku tak perduli apakah basah karena busa sabun atau cairan kewanitaannya ! Mulailah kumainkan jari tengahnku langsung menggosok-gosok dan menekan klitorisnya yang sudah mengeras. Ia bergetar keras dan mulai mengocok penisku cepat. Aku pun melakukan hal yang sama, kupercepat gerakan jariku sambil terus berpandang-pandangan. Tangan kananku meremas buah dadanya yang indah sembari sesekali memijit-mijit putingnya bergantian kanan dan kiri.
Nafas kami sudah sangat cepat sekarang, ia mulai merem melek, akupun begitu. Pinggul kami bergoyang cepat mengikuti irama gerakan tangan masing-masing. Hingga suatu saat kurasakan desakan yang sudah tak asing lagi di daerah selangkanganku. Darahku berdesir cepat, dan ia pun begitu. Matanya mulai melotot dan pinggulnya bergerak semakin liar (teman-teman menyebutnya UWH : Unpredictable Wiggling Hips !), lalu ia berbisik di telingaku, "Nom, kayaknya aku mau sampai ..Nom.. tolong Nom.. dikit lagi Nom..hiiihh !".
"Aku juga Ra, ohh.. aku juga !", erangku menahan nikmat. Hingga pada suatu saat ia mendadak mencium bibirku dalam sekali, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamarnya dan,
"NENG TIRAAA !! ADA TELEPON !! DARI MAS ARIII ! ",panggilan itu terdengar seperti suara bom tepat disamping telingaku !
Kami pun saling melotot, dan menghentikan aktivitas kami itu. Kami saling berpandang-pandangan, dan sekali-lagi,
"NEEENG ! ADA TELEPOOON !", sahut pembantu kostnya itu.
"I..hh..IYA SEBENTAAARRHH..hh..!", sahut Tira menjawab dengan masih terengah-engah.
"EMMH.. BI..BILANG SURUHH.. TU.. TUNGGUU..hh !", sahutnya lagi. Kami secara perlahan melepaskan tangan kami dari tubuh masing-masing. Ia berpaling dan menyuruhku untuk keluar kamar mandinya, aku menurut. Entah perasaan apa yang kurasakan saat itu. Yang aku tahu ia bergegas memakai kimononya keluar kamar mandi, melewatiku tanpa menengok atau bahkan melirik ke arahku. Aku duduk terhenyak di samping tempat tidurnya dan menunggunya kembali. Mataku bengong menatap karpet di hadapanku. Sampai beberapa saat kemudian ia kembali menutup pintu dan menguncinya lalu menyandarkan punggungnya di daun pintu. Matanya menatap langit-langit kamar. Nafasnya sudah teratur kini.
Kami diam seribu bahasa.
Lalu aku berdiri, mengambil jaketku, mamakainya dan bergegas menujunya yang tengah bersandar di pintu.
"I’d better go.. I guess..", kataku pelan sekali. Ia tak menjawab, tapi hanya mengangguk kecil lalu sambil menundukkan kepalanya , lalu ia bukakan pintu untukku.
"Thanks ! You’re a great coffee maker !", candaku kecil. Ia hanya tersenyum sambil menunduk.
Lalu kudekati wajahnya, dan kukecup bibir tipisnya perlahan sekali.
Ia diam saja, pasif..
"I think I’ve got stuck on you now, Ra !", kataku lagi sambil berlalu. Tak ada kata-kata dari bibirnya, ia tetap menunduk dan menutup pintu kamarnya.
Kunyalakan motorku, dan tiba-tiba saja jalan raya sudah di hadapanku..
Kupacu motorku sekencang-kencangnya kembali ke rumahku..
Malam ini dingin sekali rasanya ..
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerita Dewasa / Cerita Seks dengan judul Cerita Dewasa - Gemes Deh. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://belajartrikjitu.blogspot.com/2011/12/cerita-dewasa-gemes-deh.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Unknown - Monday, 5 December 2011

Belum ada komentar untuk "Cerita Dewasa - Gemes Deh"

Post a Comment